Pendahuluan

Platform as a Service (PaaS) sering diposisikan sebagai jalan tengah antara Infrastructure as a Service (IaaS) dan Software as a Service (SaaS). Bagi engineer dan developer berpengalaman, PaaS bukan sekadar “hosting yang dipermudah”, melainkan abstraksi terkelola yang berdampak langsung pada arsitektur aplikasi, workflow CI/CD, serta strategi scaling.

Artikel ini mengulas PaaS dari sudut pandang teknis: apa yang diabstraksikan, trade-off yang muncul, dan kapan PaaS menjadi pilihan tepat (atau justru tidak).


Apa yang Sebenarnya Diabstraksikan oleh PaaS?

Pada PaaS, penyedia layanan menangani:

  • Provisioning server & OS

  • Runtime (language, framework)

  • Load balancing & basic autoscaling

  • Patch keamanan dasar

  • Logging & monitoring default

Sementara itu, engineer fokus pada:

  • Application code

  • Dependency management

  • Konfigurasi runtime-level

  • Observability di level aplikasi

Menurut dokumentasi Google Cloud, PaaS dirancang agar “developers can deploy code without worrying about the underlying infrastructure lifecycle” (dikutip dari dokumentasi Google App Engine).


Arsitektur Aplikasi di Lingkungan PaaS

Stateless by Design

Mayoritas PaaS mengasumsikan aplikasi stateless. State eksternal (session, file, cache) harus dipindahkan ke layanan terkelola:

  • Database managed

  • Object storage

  • In-memory cache (Redis)

Implikasinya:

  • Horizontal scaling menjadi lebih sederhana

  • Coupling antar komponen harus diminimalkan


Opinionated Runtime

Berbeda dengan IaaS, PaaS biasanya opinionated terhadap:

  • Struktur project

  • Cara build & deploy

  • Versi runtime yang didukung

Contoh:

  • Buildpack pada Heroku

  • App.yaml pada Google App Engine

  • Platform configuration pada Azure App Service

Hal ini mempercepat onboarding, tetapi membatasi fleksibilitas low-level.


Deployment Model: Push-to-Deploy hingga CI/CD

PaaS umumnya mendukung pola deployment sederhana:

  • Git push → build → deploy

  • Container-based deployment

  • Integrasi native CI/CD

Bagi tim kecil hingga menengah, ini mempercepat:

  • Release cycle

  • Rollback

  • Blue-green deployment

Namun, pada sistem kompleks, kontrol pipeline sering kali terasa “terlalu otomatis”.


Skalabilitas dan Resource Management

PaaS unggul dalam autoscaling berbasis metrik:

  • Request rate

  • CPU / memory

  • Response latency

Kelebihannya:

  • Scaling cepat tanpa capacity planning detail

  • Cocok untuk traffic yang fluktuatif

Kekurangannya:

  • Resource limit tidak selalu transparan

  • Fine-grained tuning lebih sulit dibanding Kubernetes raw

AWS sendiri menyebut Elastic Beanstalk sebagai solusi yang menyeimbangkan kemudahan dan kontrol, tetapi tetap menyarankan EKS untuk kebutuhan kompleks (dikutip dari dokumentasi AWS).


Observability di PaaS: Mudah tapi Terbatas

PaaS biasanya menyediakan:

  • Basic metrics

  • Centralized logging

  • Error reporting

Namun untuk sistem kritis:

  • Custom tracing sering terbatas

  • Integrasi service mesh umumnya tidak tersedia

  • Network-level visibility disembunyikan

Artinya, PaaS cocok untuk application-level observability, bukan platform-level observability.


Aspek Keamanan: Shared Responsibility yang Berbeda

Dalam model PaaS:

  • Provider bertanggung jawab atas OS, runtime security

  • User bertanggung jawab atas code, data, dan access control

Keuntungan:

  • Attack surface infrastruktur berkurang

  • Patch kritis ditangani otomatis

Risiko:

  • Dependency vulnerability tetap tanggung jawab developer

  • Vendor lock-in bisa membatasi strategi security tertentu


Kapan PaaS Menjadi Pilihan Tepat?

PaaS ideal untuk:

  • API services

  • Web applications

  • MVP & rapid iteration

  • Tim kecil–menengah

  • Fokus product-driven development

Kurang ideal untuk:

  • Sistem low-latency ekstrem

  • Kebutuhan network custom

  • Workload yang sangat stateful

  • Arsitektur platform-scale


PaaS di Era Cloud-Native

Menariknya, PaaS modern mulai mengadopsi konsep cloud-native:

  • Container under the hood

  • Managed Kubernetes abstraction

  • Event-driven scaling

Batas antara PaaS dan CaaS (Containers as a Service) semakin tipis. Banyak engineer kini menggunakan PaaS sebagai entry point ke cloud-native, sebelum beralih ke kontrol yang lebih granular.


Kesimpulan

PaaS bukan solusi “lebih sederhana”, melainkan pilihan arsitektural dengan trade-off yang jelas. Ia menawarkan produktivitas tinggi dengan mengorbankan sebagian kontrol. Bagi pembaca teknis, memahami PaaS berarti memahami di mana abstraksi membantu—dan di mana ia harus dihindari.