Pengantar

Di era sistem terdistribusi, microservices, dan cloud-native seperti sekarang, monitoring tradisional tidak lagi cukup. Perusahaan membutuhkan kemampuan yang lebih dalam: bukan hanya tahu ketika sesuatu rusak, tetapi mengapa dan di mana akar masalahnya terjadi.

Di sinilah konsep Observability menjadi tren besar di dunia teknologi. Menurut laporan Gartner (dikutip dari Gartner Observability Market Guide, 2024), adopsi observability meningkat lebih dari 35% dalam dua tahun terakhir, terutama pada perusahaan yang mengandalkan arsitektur microservices.

Lalu apa yang membuat Observability menjadi fondasi baru bagi engineer modern?


Apa Itu Observability?

Observability adalah kemampuan sebuah sistem untuk memberikan informasi cukup sehingga engineer dapat memahami perilaku internal sistem hanya dari output eksternalnya.

Observability biasanya dibangun menggunakan tiga pilar utama:

1. Logs

Rekaman kejadian detail pada aplikasi atau server.
Contoh: error log, request log, authentication log, dsb.

2. Metrics

Data numerik yang menunjukkan kondisi sistem dari waktu ke waktu.
Contoh: CPU usage, latency, throughput, memory usage.

3. Traces

Visualisasi alur request dari satu layanan ke layanan lain pada arsitektur microservices.
Ini sangat penting untuk melihat bottleneck atau dependency yang bermasalah.


Mengapa Observability Jadi Tren?

1. Microservices Meningkatkan Kompleksitas

Dulu satu error mungkin hanya butuh menelusuri satu server.
Sekarang?
Satu request bisa melewati 20+ layanan microservices.

Menurut CNCF (dikutip dari CNCF Survey 2023), 78% perusahaan cloud-native menyebut microservices sebagai alasan utama mereka berinvestasi pada observability.

2. Monitoring Tradisional Tidak Cukup

Monitoring hanya memberi tahu apa yang rusak.
Observability memberi tahu kenapa, di mana, dan bagaimana memperbaikinya.

3. DevOps dan SRE Membutuhkan Data Mendalam

Tim SRE (Site Reliability Engineering) membutuhkan data detail untuk:

  • menganalisis failure pattern

  • menentukan SLO/SLI

  • melakukan incident response

  • membuat strategi post-mortem

Observability mendukung semuanya dengan data yang lengkap dan terstruktur.

4. Mendukung Otomatisasi dan Self-Healing

Dengan observability, sistem otomatis dapat:

  • mendeteksi anomali

  • melakukan auto-scaling

  • men-trigger recovery script

  • mencegah downtime besar

Hal ini menjadikan infrastruktur lebih resilien dan adaptif.


Teknologi Observability yang Paling Banyak Dipakai

Jika kamu ingin menguasai Observability, ini adalah tool dan platform yang paling direkomendasikan:

1. Prometheus

Untuk metrics + alerting.
Digunakan luas di Kubernetes ecosystem.

2. Grafana

Visualisasi metrics, logs, dan data observability lainnya.

3. OpenTelemetry (OTel)

Standar open-source untuk mengumpulkan logs, metrics, dan traces dalam satu framework.
OpenTelemetry saat ini menjadi standar industri (dikutip dari OpenTelemetry Roadmap 2024).

4. Jaeger / Zipkin

Untuk distributed tracing.

5. ELK/EFK Stack

Elasticsearch, Logstash/Fluentd, Kibana — untuk mengelola logs pada skala besar.


Tantangan Dalam Menerapkan Observability

Walaupun powerful, observability bukan tanpa tantangan:

  • Volume data sangat besar, terutama logs dan traces.

  • Biaya storage meningkat seiring bertambahnya data observability.

  • Perlu arsitektur pipeline data yang matang.

  • Butuh pemahaman mendalam tentang SLO, SLI, dan incident response.

  • Integrasi dengan sistem lama (legacy) kadang sulit.

Namun, perusahaan besar tetap memilih observability karena manfaatnya jauh lebih besar daripada tantangannya.


Kesimpulan

Observability kini menjadi salah satu pilar terpenting dalam infrastruktur modern. Dengan arsitektur yang semakin kompleks, engineer tidak bisa lagi mengandalkan monitoring tradisional. Logs, metrics, dan traces harus terintegrasi untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang kondisi sistem.

Menguasai observability bukan hanya mengikuti tren, tapi sudah menjadi kebutuhan wajib bagi SRE, DevOps, cloud engineer, hingga backend developer.